Karena jarang ada acara pementasan, sejumlah seniman Reog tampak sedang ngamen di jalanan. Photo: Hermanto/HR.
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Pentas kesenian tradisional Reog Sunda yang dulu terkenal di Kota Banjar, lambat laun mulai terlupakan.
Kesenian tradisional yang dimainkan empat orang dengan menggunakan alat musik berupa dogdog, dan diiringi tarian serta lawakan kocak itu, kini bagaikan hilang ditelan jaman. Masyarakat lebih memilih jaipong dangdut (pongdut) atau organ tunggal untuk mengisi acara hajatan atau acara-acara tertentu.
Ligar (54), salah satu pelaku seni tradisional, mengaku sedih jika kesenian Reog Sunda perlahan mulai hilang. Menurutnya, kini sudah jarang kaum muda untuk belajar memainkan seni Reog Sunda. Kalangan muda tak lagi tertarik kesenian tradisional.
“Kaum muda kini lebih tertarik pada kesenian modern daripada tradisional, karena kebudayaan modern lebih bebas dan lebih baru, sehingga tanda-tanda kepunahan kesenian tradisional, khususnya kebudayaan Sunda pun sudah terlihat,” ujar Ligar, saat ditemui Koran HR, Selasa (20/09/2016) lalu.
Pendapat serupa dikatakan seniman lainnya, Ani Sumarna. Dia menegaskan, bahwa kesenian tradisional, khususnya Reog Sunda, harus tetap dilestarikan. Salah satunya dengan cara mengadakan festival atau lomba Reog Sunda antar desa. Sedangkan, upaya untuk mengenalkan kepada generasi muda, bisa juga dengan cara menggelar lomba kesenian Reog Sunda antar SD, SMP, dan SMA.
“Sebagai orang Sunda, sudah seharusnya menjaga serta melestarikan budaya, supaya kesenian Reog Sunda ini tidak hilang. Di desa kami, yakni Desa Batulawang, kerap melakukan kegiatan lomba kesenian tradisional Sunda, termasuk Reog,” katanya.
Menurut Ani, hal itu dilakukan agar kaum muda sebagai generasi penerus, khususnya di daerah Desa Batulawang, bisa mengenal sekaligus melestarikan kesenian budaya Sunda.
Permasalahan tersebut juga ditanggapi oleh seorang aktivis, Joko Nurhidayat. Menurut dia, minimnya apresiasi masyarakat terhadap kesenian tradisional di Kota Banjar akibat dari kurangnya pemahaman akan esensi seni itu sendiri.
Hal ini menjadi tugas pemerintah agar lebih banyak menekankan tugas dan fungsinya sebagai fasilitator maupun mediator, dalam mempertemukan para seniman dengan masyarakat melalui sebuah pegelaran seni.
“Selama ini masyarakat minim mengapresiasi terhadap berbagai bentuk pegelaran seni tradisional, karena hal ini minimnya pegelaran kesenian tradisional di Kota Banjar yang difasilitasi oleh pemerintah,” kata Joko. (Hermanto/Koran HR)