Macan tutul yang terperangkap warga Desa Cikupa, Kecamatan Lumbung, Kabupaten Ciamis. Photo: Dokumen HR
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Konflik soal macan tutul turun gunung dan memasuki wilayah pemukiman di Desa Cikupa, Kecamatan Lumbung, Kabupaten Ciamis, minggu lalu, diduga karena penanganan yang dilakukan pemerintah kurang serius.
Yayat (60), warga Cipaku, ketika ditemui Koran HR, Minggu (09/10/2016) pekan lalu, mengatakan, fenomena macan tutul keluar dari habitat aslinya merupakan yang ketiga kalinya. Macan tutul konflik dengan warga karena memakan hewan ternak seperti ayam dan kambing.
Menurut Yayat, macan tutul turun ke pemukiman warga kemungkinan karena dalam kondisi lapar dan tidak ada makanan di habitat aslinya. Bisa jadi alasannya karena babi hutan dan hewan lain yang ada di hutan habis diburu orang.
“Dalam hal ini diperlukan dana CSR (Corporate Social Responsibility) untuk menunjang kajian dan inventarisasi. Soalnya kejadian macan tutul turun gunung sering terjadi,” katanya.
Menurut sumber Koran HR yang enggan disebutkan identitasnya, penangkapan macan tutul yang akhirnya jadi tontonan komersial, akibat pemerintah kurang serius menangani keberadaan macan tutul di hutan Ciamis.
“Padahal, macan tutul merupakan satwa endemik pulau jawa yang dilindungi. Dan itu tertuang dalam PP No. 7 tahun 1999 dan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,” kata sumber Koran HR.
Selain itu, dari aspek sosial budaya, macan tutul Jawa memegang peranan besar dalam budaya masyarakat Jawa Barat. Macan tutul merupakan fauna identitas Jawa Barat sebagaiman berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat No 27 tahun 2005.
Mantan asper KBK-PH Kawali, Nendih, ketika dihubungi Koran HR, Senin (10/10/2016) lalu, mengatakan, di suaka marga Gunung Sawal dulunya banyak satwa-satwa yang dilindungi. Satwa itu terdapat di petak 67, lobang timah RPH Cikoneng.
Lokasi itu peninggalan perhutani, kemudian berkembang yang tadinya hutan produksi dijadikan kawasan konservasi. Daerah tersebut dikelola PHBM. Kawasan tersebut sudah berubah menjadi konservasi dan tidak boleh dimasuki tanpa ijin.
“Turunnya macan tutul kemungkinan akibat habitatnya sudah terganggu,” katanya.
Sebelumnya, Asna, tokoh masyarakat, mengatakan, evakuasi macan tutul sifatnya sementara sambil menunggu langkah petugas dari BKSDA. Adanya anggapan dijadikan tontonan komersial merupakan hal yang wajar. Menurut dia, uang yang didapat bukan untuk dijadikan keuntungan pribadi atau kelompok, namun untuk pembelian pakan macan tutul selama dievakuasi. (Dji/Koran HR)