Meski berdekatan bahkan bangunannya berhadap-hadapan, jemaah gereja yang memeluk agama Kristen, dan jemaah mesjid yang memeluk agama Islam, hidup rukun berdampingan di Desa Waringinsari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar. Photo: Muhafid/HR
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Menjalani kehidupan sosial di masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok yang berbeda, salah satunya perbedaan kepercayaan atau agama. Sebuah potret toleransi antar umat beragama ditunjukkan warga Dusun Purwodadi dan Sukanagara, Desa Waringinsari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, dimana sebuah bangunan mesjid dan gereja berdiri tegak saling berdampingan yang hanya terhalang sebuah jalan kecil.
Hal itu menjadi contoh rukunnya kehidupan antar umat beragama di daerah tersebut. Komunikasi antar pemuka agama serta pemeluknya menjadi satu keharmonisan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan kultur budaya Jawa, pemeluk agama Islam dan Kristen hidup saling menghargai satu sama lain.
“Kami di sini biasa-biasa saja, tidak ada masalah maupun gejolak. Ibadah kami maupun mereka sama berjalan apa adanya, tidak ada saling menghujat apalagi memunculkan perbedaan, intinya aman,” kata Hj. Mu’inah, istri Kyai Mukhlis, imam mesjid di lingkungan sekitar, saat ditemui Koran HR, pekan lalu.
Lebih lanjut Hj. Mu’inah menuturkan, bahwa setiap hari mereka berosialisasi satu sama lain, seperti kepada tetangga muslim biasanya. Selain itu, ketika melakukan gotong-royong di lingkungan sekitar, tidak ada batasan apapun dalam menjalaninya.
“Kalau hajatan pernikahan, kami biasa mengundang mereka, baik sebagai undangan maupun yang ikut memasak, serta pekerjaan lain di hajatan. Begitu pula mereka melakukan hal sama seperti kami,” ungkap Mu’inah.
Hal senada juga diungkapkan Sarno, salah satu pemeluk agama Kristen di lingkungan tersebut. dirinya mengaku sangat menghormati apa yang dilakukan oleh warga muslim sekitar, baik dalam ibadah maupun kehidupan sehari-hari.
Selain itu, dalam kegiatan keagamaan yang biasa rutin dilakukan, tidak ada istilah
merasa terganggu dengan aktifitas yang ada. “Kami beribadah di tempat kami, begitu pula mereka,” tuturnya.
Menurut Sarno, dulu sekitar tahun 1970-an, dirinya merasakan kebahagiaan yang sangat luar biasa. Pasalnya, ketika umat nasrani merayakan Natal maupun perayaan lainnya, umat muslim selalu hadir sebagai undangan. Begitu pula sebaliknya.
Namun, setelah tahun 1990, hal seperti itu sudah tidak terjadi. “Tapi tidak masalah, yang penting kita aman dan damai,” kata Sarno, saat HR berkunjung ke rumahnya.
Ketika HR tengah berbincang dengannya, terdengar panggilan dari salah satu pemeluk Kristen lainnya mengajak Sarno melayat tetangganya yang muslim meninggal dunia. Dengan tergesa-gesa, keluarga Sarno pun bergegas berangkat melayat ke rumah warga yang meninggal.
Di tempat terpisah, Aminah, seorang nenek pemeluk Kristen, menceritakan bahwa pembangunan gereja di lingkungan tersebut lebih dulu daripada masjid. Menurut dia, sekitar tahun 1930-an, gereja tersebut dibangun dengan sebutan Gereja Kristen Jawa (GKJ) yang didirikan oleh seorang tokoh Kristen bernama Naptali.
Sedangkan masjid yang dibangun tepat depan GKJ diprakarsai oleh Kyai Dalilan, ayah Kyai Mukhlis. “Saya dulu ikut bantu bangun gereja. Kalau masjidnya kan bisa dibilang baru. Tapi pada saat mau berdiri masjid, tidak ada masalah apa pun di sini, sama-sama terbuka dan menerima,” tutur Aminah.
Melihat keharmonisa antar umat beragama di wilayah Desa Waringinsari, Sekretari Desa Waringinsari, Sulaiman Jazuli, mengatakan, tidak pernah ada laporan permasalahan terkait perbedaan agama di lingkungan tersebut. Hal itu membuktikan toleransi agama masih mengakar kuat.
“Kami selaku pemerintah desa tidak memandang agama mereka. Selagi masih warga kami, akan kami layani seperti warga lain pada umumnya,” kata Sulaiman.
Menanggapi toleransi antar umat beragama di Desa Waringinsari yang masih mengakar kuat, Ketua GP Ansor Kota Banjar, Ma’mun Syarif, menilai, bahwa toleransi antar umat beragama merupakan keniscayaan dalam perjalanan sejarah umat manusia. Sebab, di mana toleransi tumbuh, di situlah bukti kemajuan suatu daerah.
“Rosul pun mengajarkan kepada kita saat Beliau berpindah dari Makkah ke Madinah. Semua agama dilindungi oleh Beliau. Saya harap ini menjadi contoh untuk daerah lain agar menjaga keutuhan NKRI yang menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika,” tandas Ma’mun. (Muhafid/Koran-HR)