Quantcast
Channel: Harapan Rakyat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 52121

Pembuat Tempe Daun di Banjar Semakin Berkurang

$
0
0
Pembuat Tempe Daun di Banjar Semakin Berkurang

Murtopingah, saat menunjukan tempe bungkus daun pisang buatannya. Photo: Muhafid/HR.

Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-

Setiap waktu menjelang subuh, Murtopingah (74), sudah sibuk meniriskan kedelai yang sudah direndam selama berjam-jam untuk direbus. Menggunakan alat sedanya, sehari-hari ia hanya membuat tempe bersama suaminya, Hanafi, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Sejak tahun 1994 saya sudah membuat tempe daun. Tidak ada pekerjaan lain selain ini,” kata Murtopingah, yang juga warga Lingkungan Margasari, Kelurahan Bojongkantong, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, saat ditemui Koran HR, Selasa (13/12/2016) lalu.

Meski hanya membuat tempe dengan takaran kedelai 15 kilogram, dirinya tetap menikmati dan mensyukuri hasil dari pekerjaan yang telah diwariskan dari keluarganya di Kebumen, Jawa Tengah.

Menggunakan daun sebagai media pembungkus racikan kedelai yang sudah direbus dan dicampur dengan ragi, Murtopingah berperan mengolah tempe hingga siap jual. Sedangkan suaminya berperan membantu mencari daun pisang yang ada disekitar rumahnya dan menjualnya ke pasar maupun ke pemesan.

“Kalau dulu masih menjual tempe di pasar, yang bawa barangnya suami saya. Tapi karena sekarang sudah tua, tidak kemana-mana, di rumah saja,” ucapnya.

Walupun pekerjaannya cukup berat dan proses cukup panjang, lanjutnya, ia hanya menjual Rp. 1500 untuk 5 bungkus yang tiap bungkusnya berisi dua tempe ukuran cukup besar. Jika dihitung, pendapatannya dari penjualan tempe hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Menurut Murtopingah, memilih daun sebagai pembungkus tempe membuat rasa tempe lebih enak dibanding dengan tempe yang dibungkus plastik, meskipun memang setiap orang memiliki selera masing-masing.

Konsumen yang membeli tempenya rata-rata datang dari daerah yang cukup jauh, seperti Desa Puloerang, Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis, Desa Mulyasari, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, maupun warga sekitar.

“Katanya mereka lebih suka tempe yang dibungkus daun. Karena sekarang pembuatnya jarang, mereka rela datang ke sini meski jauh. Rata-rata pembuat tempe daun umurnya sudah tua-tua. Kalau anak muda jarang, kecuali membuat tempe yang bungkusnya menggunakan plastik,” kata Murtopingah.

Di tempat terpisah, Siam (75), salah seorang tetangga Murtopingah, mengaku dirinya kini sudah tidak lagi membuat tempe. Selain alasan umurnya yang sudah tua, suaminya juga sudah repot karena faktor kesehatannya yang kian menurun.

“Sekarang yang melanjutkan cucu saya. Alhamdulillah ada yang mau membuat tempe yang memang salah satu ciri khas Indonesia, dan merupakan warisan nenek moyang kita,” singkatnya. (Muhafid/Koran HR)


Viewing all articles
Browse latest Browse all 52121

Trending Articles